MERUMUSKAN RENCANA AKSI NASIONAL BISNIS DAN HAM: DOSEN FH UNAIR DIUNDANG SEBAGAI PEMBICARA

  • Home
  • News
  • MERUMUSKAN RENCANA AKSI NASIONAL BISNIS DAN HAM: DOSEN FH UNAIR DIUNDANG SEBAGAI PEMBICARA
| Admin Staff |
Humas(05/03) | Sejak disahkannya Resolusi Dewan HAM PBB tentang United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) tahun 2011, telah banyak kemajuan yang terjadi di Indonesia untuk implementasi UNGPs secara efektif. Sayangnya, implementasi UNGPs masih bersifat sektoral dan parsial. Masing-masing Kementerian memiliki inisiatif sendiri untuk memastikan kegiatan usaha oleh sektor bisnis menghormati hak-hak asasi manusia (HAM). Untuk itu pada Rabu tanggal 27 Pebruari 2019, Indonesia Global Compact Network bersama-sama dengan INFID dan Oxfam mengadakan Business and Human Rights Forum 2019. Kegiatan ini diantaranya adalah untuk merumuskan pilihan yang tepat bagi Rencana Aksi Nasional (RAN) Bisnis dan HAM. Setidaknya ada dua pilihan yang mengemuka, yang pertama adalah disatukan dengan Rencana Aksi Nasional HAM 2020-2025 (integrated), atau opsi kedua dibuat secara terpisah (stand-alone). Sebagai salah satu pembicara dalam acara ini adalah Iman Prihandono, Ph.D, akademisi dalam bidang bisnis dan HAM, yang juga Ketua Departemen Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Menurut Iman, ketiadaan RAN dalam bisnis dan HAM menjadikan arah kebijakan nasional agar bisnis menghormati HAM menjadi tidak terarah dan berjalan lambat. Akibatnya pelanggaran HAM oleh korporasi masih saja terjadi. “Sepanjang 2018 saja, kita dengar ada tumpahan minyak akibat kebocoran pipa di Teluk Balikpapan, lalu tumpahan minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Teluk Bayur”. “Belum lagi kerusakan terumbu karang di Raja Ampat oleh kapal pesiar asing, juga konflik antara perusahaan tambang dengan masyarakat sekitar di beberapa tempat” jelas Iman. Saat ini Indonesia sudah memiliki cukup rujukan untuk membuat sebuah RAN Bisnis dan HAM yang menjadi rujukan secara nasional. Misalnya, Komnas HAM dan ELSAM pernah merumuskan Baseline Study dan dilanjutkan dengan usulan RAN bisnis dan HAM. Demikian juga INFID yang telah menyusun Policy Paper: Implementasi UNGPs yang Efektif di Indonesia. Saat ini, berdasarkan survei oleh Danish Institute for Human Rights tahun 2018, telah ada setidaknya 21 negara yang memiliki RAN Bisnis dan HAM. Sebanyak 18 negara ini adalah tergabung dalam Uni Eropa, yang berkontribusi terhadap 45,6% GDP dunia, dan menyumbang 43,6% dari total impor dunia. Ini artinya standar bisnis dan HAM telah menjadi isu global, bila perusahaan di Indonesia tidak menyesuaikan, maka dapat berpengaruh terhadap nilai ekspor Indonesia di masa depan. Menurut Iman, sebaiknya RAN Bisnis dan HAM dibuat secara terpisah (stand-alone) dari RANHAM. “Isu bisnis dan HAM memiliki isu dan ukuran capaian khusus. Misalnya isu access to remedy, yang mencakup banyak isu lainnya seperti hak anak, perempuan, masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya” demikian tegasnya.

Share Link:

Accredited by:
BAN PT FIBAA Logo AUN-QA

Member of:
 ASIAN LAW INSTITUTE International Association of Law School BKS-FH Asean University Network

Sustainable Development Goals MBKM kampus Merdeka
monash blue mulia
Jean Monnet Modules
.

Let's connect with Us!

Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Jl.Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286
Telp: +6231-5023151 Fax: +6231-5020454
e-mail: humas@fh.unair.ac.id

© Copyright. FH UNAIR. All Rights Reserved.

To Top