Dosen Pembimbing: Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H. LL.M.
Sabtu, 3 Juli 2021 — Telah terlaksana Seri Diskusi Hak Kekayaan Intelektual dengan tema “Copyright 101: Mengenali Hak Cipta Di Indonesia Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014”. Diskusi kali ini diselenggarakan oleh para mahasiswa program S1 FH UNAIR sebagai salah satu agenda dari Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pusat Kajian Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Diskusi diadakan dalam dua sesi, yaitu sesi pemaparan materi dan sesi tanya jawab. Pemaparan materi terkait Hak Cipta dipantik oleh Dina Amini, dan dipandu oleh Cahya Putri selaku Moderator.
Hak Cipta diatur di dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Di dalam pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalam UU Hak Cipta sendiri ternyata mengatur mengenai 2 macam hak, yaitu Hak Cipta dan Hak Terkait. Hak Terkait merupakan hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga Penyiaran.[1] Hak Cipta melekat pada produk ciptaan sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat (1) UU Hak Cipta, antara lain lagu, novel, atau potret. Sedangkan hak terkait melekat pada produk ciptaan yang disiarkan atau ditayangkan sehingga produknya meliputi karya pertunjukan, karya rekaman, atau karya siaran.
Lebih lanjut diterangkan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi, sebagaimana diatur dalam pasal 4 UU Hak Cipta. Makna hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan pencipta, hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.[2] Hak ekonomi merupakan hak untuk dapat mempergunakan ciptaan dalam tujuan komersial atau mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. [3] Sedangkan hak moral adalah hak yang bersifat absolut ada pada diri Pencipta.[4]
Tidak hanya itu, dalam pemaparan materi dijelaskan pula ketentuan-ketentuan hukum lain dalam UU Hak Cipta seperti tentang ketentuan Pencipta, Ciptaan yang dilindungi hukum, hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta, masa berlaku Hak Cipta dan produk hak terkait, peralihan Hak Cipta, perjanjian lisensi, penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta, serta ketentuan pidana atas pelanggaran Hak Cipta. Diterangkan pula mengenai prosedur pencatatan Hak Cipta yang ternyata tidak bersifat wajib seperti pendaftaran Hak Merek ataupun Paten, karena sejatinya Hak Cipta memiliki sifat automatic protection atau perlindungan yang secara otomatis muncul berdasarkan prinsip Deklaratif ketika suatu ciptaan diwujudkan dan dipublikasikan. Namun pencatatan ciptaan tetap dirasa perlu untuk memudahkan pembuktian sengketa Hak Cipta, dan memberi rasa aman bagi pemilik atau pemegang Hak Cipta.
Diakhir pemaparan disinggung pula mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik (PP 56/2021) yang baru disahkan oleh Presiden RI pada 30 Maret 2021 lalu. Dalam PP 56/2021 tersebut dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional).[5] Layanan publik yang dimaksud meliputi seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut, serta pameran, dan bazar. Kemudian juga bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel, dan usaha karaoke.[6]
Setelah sesi pemaparan berakhir, diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dilakukan oleh para peserta dan pemapar materi, dengan didampingi oleh Ibu Ria Setyawati, S.H., M.H., LL.M. selaku salah satu dosen pembimbing PKL di Unit Pusat Kajian Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum UNAIR. Peserta dihadiri oleh mahasiswa dan mahasiswi FH UNAIR, serta peserta umum.
Pertanyaan yang diajukan dalam diskusi cukup beragam. Salah satu pertanyaan menarik adalah mengenai “apakah meng-cover lagu yang diunggah di Youtube merupakan pelanggaran Hak Cipta?” Menjawab pertanyaan tersebut, ternyata membuat cover lagu milik orang lain dan mengunggah ke YouTube bukan merupakan suatu bentuk pelanggaran selama tidak bertujuan komersial, serta pembuatan dan pengumuman tersebut dilakukan dengan tidak melanggar hak-hak eksklusif pemegang Hak Cipta sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 43 huruf d UU Hak Cipta. Kendati demikian, ada kemungkinan ketika video yang diunggah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, Youtube dapat memberikan manfaat ekonomi (monetizing) kepada sang uploader. Sehingga memungkinkan adanya benturan pada Hak Cipta dari pemilik lagu yang dicover. Apabila pembuatan dan pengumuman cover lagu tersebut dilakukan tanpa hak atau izin dari pencipta lagu dan untuk mencari keuntungan atau bertujuan komersial, maka pembuatan dan pengumuman cover lagu tersebut merupakan pelanggaran Hak Cipta. Sehingga pencantuman keterangan Pencipta yang merupakan hak moral dari Hak Cipta disini juga wajib hukumnya.
Dengan diadakannya diskusi Hak Kekayaan Intelektual mengenai Hak Cipta ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan para pertisipan terkait Hak Cipta, terkhusus dari perspektif UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, diharapkan dengan pengetahuan dan wawasan tersebut akan meningkatkan kesadaran untuk menghargai setiap karya dan ciptaan dari pemilik atau pemegang Hak Cipta.
[1] Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta
[2] Penjelasan Pasal 4 UU Hak Cipta
[3] Pasal 8 UU Hak Cipta
[4] Pasal 5 UU Hak Cipta
[5] Pasal 3 ayat (1) PP 56/2021
[6] Pasal 3 ayat (2) PP 56/2021